Candi Prambanan
Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah
kompleks candi Hindu terbesar
di Indonesia yang
dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti,
tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai
dewa pemelihara, dan Siwa sebagai
dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti
Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang
bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama)
candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan
bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
KARAKTERISTIK CANDI PRAMBANAN
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.[3] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[4]
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, pada masa kerajaan Medang Mataram.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.[3] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[4]
Lokasi Candi Prambanan
Candi Prambanan terletak di
lingkungan Taman Wisata Prambanan, kurang lebih 17 km ke arah timur dari
Yogyakarta, tepatnya di Desa Prambanan Kecamatan Bokoharjo. Lokasinya hanya
sekitar 100 m dari jalan raya Yogya-Solo, sehingga tidak sulit untuk
menemukannya. Sebagian dari kawasan wisata yang yang terletak pada ketinggian
154 m di atas permukaan laut ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman.
sedangkan sebagian lagi masuk dalam wilayah Klaten.
SEJARAH CANDI PRAMBANAN
Asal Muasal
Candi Prambanan merupakan
candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini belum dapat dipastikan
kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun kuat dugaan bahwa Candi
Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya,
yaitu Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti
Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini tersimpan di Museum
Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada
masa pemerintahan Rakai Pikatan.
Pemugaran
Pemugaran Candi Prambanan
memakan waktu yang sangat panjang, seakan tak pernah selesai. Penemuan kembali
reruntuhan bangunan yang terbesar, yaitu Candi Syiwa, dilaporkan oleh C.A. Lons
pada tahun 1733. Upaya penggalian dan pencatatan pertama dilaksanakan di bawah
pengawasan Groneman. Penggalian diselesaikan pada tahun 1885, meliputi
pembersihan semak belukar dan pengelompokan batu-batu reruntuhan candi.
Pada tahun 1902, upaya
tersebut dilanjutkan kembali oleh van Erp. Pengelompokan dan identifikasi
batu-batu reruntuhan dilaksanakan secara lebih rinci. Pada tahun 1918,
pemugaran terhadap Candi Prambanan dilanjutkan kembali di bawah pengawasan
Dinas Purbakala (Oudheidkundige Dienst) yang dipimpin oleh P.J. Perquin.
Melalui upaya ini, sebagian dari reruntuhan Candi Syiwa dapat direkonstruksi
kembali.
Pada tahun 1926, dibentuk
sebuah panitia pemugaran di bawah pimpinan De Haan untuk melanjutkan upaya yang
telah dilaksanakan Perquin. Di bawah pengawasan panitia ini, selain pembangunan
kembali Candi Syiwa semakin disempurnakan hasilnya, dimulai juga persiapan
pembangunan Candi Apit.
Pada tahun 1931, De Haan
meninggal dan digantikan oleh V.R. van Romondt. Pada tahun 1932, pemugaran
kedua Candi Apit berhasil dirampungkan. Pemugaran terpaksa dihentikan pada
tahun 1942, ketika Jepang mengambil alih pemerintahan di Indonesia. Setelah
melalui proses panjang dan tersendat-sendat akibat perang dan peralihan
pemerintahan, pada tahun 1953 pemugaran Candi Syiwa dan dua Candi Apit
dinyatakan selesai. Sampai saat ini, pemugaran Candi Prambanan masih terus
dilaksanakan secara bertahap.
DESKRIPSI CANDI PRAMBANAN
Denah asli
Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga
pelataran, yaitu Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron
(pelataran dalam). Halaman luar merupakan areal terbuka yang mengelilingi
pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran
ini dahulu dikelilingi oleh pagar batu yang kini sudah tinggal reruntuhan.
Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui
apakah semula terdapat bangunan atau hiasan lain di pelataran ini.
Pelataran Luar
Di tengah pelataran luar,
terdapat pelataran kedua, yaitu pelataran tengah yang berbentuk persegi panjang
seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar batu yang saat
ini juga sudah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras berundak, makin
ke dalam makin tinggi. Di teras pertama, yaitu teras yang terbawah, terdapat 68
candi kecil yang berderet berkeliling, terbagi dalam empat baris oleh jalan
penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi, di teras
ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat 44
candi. Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran yang
sama, yaitu luas denah dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di
pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa hanya
reruntuhannya saja.
Pelataran Dalam
Pelataran dalam, merupakan
pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap sebagai tempat yang
paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas 110 m2, dengan tinggi
sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. Pelataran ini
dikelilingi oleh turap dan pagar batu. Di keempat sisinya terdapat gerbang
berbentuk gapura paduraksa. Saat ini hanya gapura di sisi selatan yang masih
utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas terdapat sepasang candi
kecil, berdenah dasar bujur sangkar seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4 m.
Di
pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di
barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur.
Candi yang
letaknya paling utara adalah Candi Wisnu, di tengah adalah Candi Syiwa, dan di
selatan adalah Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang
menghadap ke barat. Ketiga candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan),
karena masing-masing candi diberi nama sesuai dengan binatang yang merupakan
tunggangan dewa yang candinya terletak di hadapannya.
Candi-candi
Candi yang berhadapan dengan
Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan Candi Syiwa adalah Candi
Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan Candi Brahma adalah Candi Angsa.
Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan membentuk lorong. Candi
Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama,
yaitu berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung
utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang saling
berhadapan, yang disebut Candi Apit.
Candi Syiwa
Pada saat
ditemukan, Candi Syiwa berada dalam kondisi rusak berat. Pemugarannya memakan
waktu yang cukup lama, yaitu dimulai pada tahun 1918 dan baru selesai pada
tahun 1953. Dinamakan Candi Syiwa karena di dalam candi ini terdapat Arca
Syiwa. Candi Syiwa dikenal juga dengan nama Candi Rara Jonggrang, karena dalam
salah satu ruangannya terdapat Arca Durga Mahisasuramardani, yang sering
disebut sebagai Arca Rara Jonggrang. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi
sekitar 2,5 m. Candi Syiwa, yang terletak di tengah barisan barat, merupakan
candi terbesar. Denah dasarnya berbentuk bujur sangkar seluas 34 m2 dengan
tinggi 47 m.
Pahatan
Sepanjang dinding kaki candi
dihiasi dengan pahatan dua macam hiasan yang letaknya berselang-seling. Yang
pertama adalah gambar seekor singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru.
Hiasan ini terdapat di semua sisi kaki Candi Syiwa dan kelima candi besar
lainnya.
Pada dinding kaki di sisi
utara dan selatan Candi Syiwa, hiasan singa di atas diapit dengan panil yang
memuat pahatan sepasang binatang yang sedang berteduh di bawah sebatang pohon
kalpataru yang tumbuh dalam jambangan. Berbagai binatang yang digambarkan di
sini, di antaranya: kera, merak, kijang, kelinci, kambing, dan anjing. Di atas
setiap pohon bertengger dua ekor burung.
Pada
sisi-sisi lain dinding kaki candi, baik kaki Candi Syiwa maupun candi besar
lainnya, panil bergambar binatang ini diganti dengan panil ber gambar
kinara-kinari, sepasang burung berkepala manusia, yang juga sedang berteduh di
bawah pohon kalpataru.
Tangga
Tangga untuk naik ke permukaan
batur terletak di sisi timur. Tangga atas ini dilengkapi dengan pipi tangga
yang dindingnya dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan binatang. Pangkal pipi
tangga dihiasi pahatan kepala naga yang menganga lebar dengan sosok dewa dalam
mulutnya. Di kiri dan kanan tangga terdapat candi kecil yang beratap runcing
dengan pahatan Arca Syiwa di keempat sisi tubuhnya.
Di puncak
tangga terdapat gapura paduraksa menuju lorong di permukaan batur. Di atas
ambang gapura terdapat pahatan Kalamakara yang indah. Di balik gapura terdapat
sepasang candi kecil yang mempunyai relung di tubuhnya. Relung tersebut berisi
Arca Mahakala dan Nandiswara, dewa-dewa penjaga pintu.
Selasar
Di
permukaan batur terdapat selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi tubuh
candi. Selasar ini dilengkapi dengan pagar atau langkan, sehingga bentuknya
mirip sebuah lorong tanpa atap. Lorong berlangkan ini berbelok-belok menyudut,
membagi dinding candi menjadi 6 bagian. Sepanjang dinding tubuh candi dihiasi
deretan pahatan Arca Lokapala. Lokapala adalah dewa-dewa penjaga arah mata
angin, seperti Bayu, Indra, Baruna, Agni dan Yama.
Ramayana
Sepanjang
sisi dalam dinding langkan terpahat relief Ramayana. Cerita Ramayana ini
dipahatkan searah jarum jam, dimulai dari adegan Wisnu yang diminta turun ke
bumi oleh para raja guna mengatasi kekacuan yang diperbuat oleh Rahwana dan
diakhiri dengan adegan selesainya pembangunan jembatan melintas samudera menuju
Negara Alengka. Sambungan cerita Ramayana terdapat dinding dalam langkan Candi
Brahma.
Di atas
dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding
langkan, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam
relung terdapat 2 motif pahatan yang ditampilkan berselang-seling, yaitu gambar
3 orang yang berdiri sambil berpegangan tangan dan 3 orang yang sedang
memainkan berbagai jenis alat musik.
Pintu
masuk ke ruangan-ruangan dalam tubuh candi terdapat di teras yang lebih tinggi
lagi. Untuk mencapai teras atas, terdapat tangga di depan masing-masing pintu
ruangan. Dalam tubuh candi terdapat empat ruangan yang mengelilingi ruangan
utama yang terletak di tengah tubuh candi. Jalan masuk ke ruangan utama adalah
melalui ruang yang menghadap ke timur. Ruangan ini ruangan kosong tanpa arca
atau hiasan apapun. Pintu masuk ke ruang utama letaknya segaris dengan pintu
masuk ke ruang timur. Ruang utama ini disebut Ruang Syiwa karena di tengah ruangan
terdapat Arca Syiwa Mahadewa, yaitu Syiwa dalam posisi berdiri di atas teratai
dengan satu tangan terangkat di depan dada dan tangan lain mendatar di depan
perut. Arca Syiwa tersebut terletak di atas umpak (landasan) setinggi sekitar
60 cm, berbentuk yoni dengan saluran pembuangan air di sepanjang tepi
permukaannya. Konon Arca Syiwa ini menggambarkan Raja Balitung dari Mataram
Hindu (898 - 910 M) yang dipuja sebagai Syiwa.
Tidak
terdapat pintu penghubung antara Ruang Syiwa dengan ketiga ruang di sisi lain.
Ruang utara, barat, dan selatan memiliki pintu sendiri-sendiri yang terletak
tepat di depan tangga naik ke teras atas. Dalam ruang utara terdapat Arca Durga
Mahisasuramardini, yaitu Durga sebagai dewi kematian, yang menggambarkan permaisuri
Raja Balitung. Durga digambarkan sebagai dewi bertangan delapan dalam posisi
berdiri di atas Lembu Nandi menghadap ke Candi Wisnu. Satu tangan kanannya
dalam posisi bertelekan pada sebuah gada, sedangkan ketiga tangan lainnya
masing-masing memegang anak panah, pedang dan cakram. Satu tangan kirinya
memegang kepala Asura, raksasa kerdil yang berdiri di atas kepala mahisa
(lembu), sedangkan ketiga tangan lainnya memegang busur, perisai dan bunga.
Arca Durga ini oleh masyarakat sekitar disebut juga Arca Rara Jonggrang, karena
arca ini diyakini sebagai penjelmaan Rara Jonggrang. Rara Jonggrang adalah
putri raja dalam legenda setempat, yang dikutuk menjadi arca oleh Bandung
Bandawasa.
Dalam
ruang barat terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila di atas padmasana
(singgasana bunga teratai) dengan kedua telapak kaki saling bertemu. Kedua
telapak tangan menumpang di lutut dalam posisi tengadah, sementara belalainya
tertumpang dilengan kiri. Arca Ganesha ini menggambarkan putra mahkota Raja
Balitung. selempang di bahu menunjukkan bahwa ia juga seorang panglima perang.
Dalam ruang selatan terdapat
Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru. Arca ini meliliki postur tubuh agak gemuk dan
berjenggot. Syiwa Mahaguru digambarkan dalam posisi berdiri menghadap ke Candi
Brahma di selatan dengan tangan kanan memegang tasbih sdan tangan kiri memegang
sebuah kendi. Di belakangnya, di sebelah kiri terdapat pengusir lalat dan di
sebelah kanan terdapat trisula. Konon Arca Syiwa Mahaguru ini menggambarkan
seorang pendeta penasihat kerajaan.
Candi
Wisnu terdapat di sebelah utara Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur
yang membentuk selasar berlangkan. Tangga untuk naik ke permukaan batur
terletak di sisi timur. Di sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan
pahatan yang menggambarkan Lokapala.
Sepanjang
dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang memuat relief Krisnayana.
Krisnayana adalah kisah kehidupan Krisna sejak ia dilahirkan sampai ia berhasil
menduduki tahta Kerajaaan Dwaraka.
Di atas
dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding
langkan, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam
relung terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu sebagai pendeta yang sedang
duduk dengan berbagai posisi tangan.
Candi
Wisnu hanya mempunyai 1 ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke timur.
Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Wisnu dalam posisi berdiri di atas
'umpak' berbentuk yoni. Wisnu digambarkan sebagai dewa bertangan 4. Tangan
kanan belakang memegang Cakra (senjata Wisnu) sedangkan tangan kiri memegang
tiram. Tangan kanan depan memegang gada dan tangan kiri memegang setangkai
bunga teratai.
Candi Brahma letaknya di
sebelah selatan Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur yang membentuk
selasar berlangkan. Di sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan
pahatan yang menggambarkan Lokapala.
Sepanjang dinding dalam
langkan dihiasi seretan panil yang memuat kelanjutan cerita Ramayana di dinding
dalam langkan Candi Syiwa. Penggalan cerita Ramayana di Candi Brahma ini
mengisahkan peperangan Rama dibantu adiknya, Laksmana, dan bala tentara kera
melawan Rahwana sampai pada Sinta pergi mengembara ke hutan setelah diusir oleh
Rama yang meragukan kesuciannya. Sinta melahirkan putranya di hutan di bawah
lindungan seorang pertapa.
Di
atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, menghadap ke luar,
terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung
terdapat pahatan yang menggambarkan Brahma sebagai pendeta yang sedang duduk
dengan berbagai posisi tangan.
Candi
Brahma juga hanya mempunyai 1 ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke
timur. Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Brahma dalam posisi berdiri di
atas umpak berbentuk yoni. Brahma digambarkan sebagai dewa yang memiliki empat
wajah, masing-masing menghadap ke arah yang berbeda, dan dua pasang tangan.
Pada dahi di wajah yang menghadap ke depan terdapat mata ketiga yang disebut
'urna'. Patung Brahma itu sebetulnya sangat indah, tetapi sekarang sudah rusak.
Dinding ruang Brahma polos tanpa hiasan. Pada dinding di setiap sisi terdapat
batu yang menonjol yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak.
CANDI-CANDI
Candi Nandi
Candi ini
mempunyai satu tangga masuk yang menghadap ke barat, yaitu ke Candi Syiwa.
Nandi adalah lembu suci tunggangan Dewa Syiwa. Jika dibandingkan dengan Candi
Garuda dan Candi Angsa yang berada di sebelah kanan dan kirinya, Candi Nandi
mempunyai bentuk yang sama, hanya ukurannya sedikit lebih besar dan lebih
tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Seperti yang
terdapat di Candi Syiwa, pada dinding kaki terdapat dua motif pahatan yang
letaknya berselang-seling. Yang pertama merupakan gambar singa yang berdiri di
antara dua pohon kalpataru dan yang kedua merupakan gambar sepasang binatang
yang berteduh di bawah pohon kalpataru. Di atas pohon bertengger dua ekor
burung. Gambar-gambar semacam ini terdapat juga pada candi wahana lainnya.
Candi
Nandi memiliki satu ruangan dalam tubuhnya. Tangga dan pintu masuk ke ruangan
terletak di sisi barat. Dalam ruangan terdapat Arca Lembu Nandi, kendaraan
Syiwa, dalam posisi berbaring menghadap ke barat. Dalam ruangan tersebut terdapat
juga dua arca, yaitu Arca Surya (dewa matahari) yang sedang berdiri di atas
kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda dan Arca Candra (dewa bulan) yang
sedang berdiri di atas kereta yang ditarik oleh sepuluh ekor kuda. Dinding
ruangan tidak dihias dan terdapat sebuah batu yang menonjol pada tiap sisi
dinding yang berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak. Dinding lorong
di sekeliling tubuhcandi juga polos tanpa hiasan pahatan.
Candi Garuda
Candi ini
letaknya di utara Candi Nandi, berhadapan dengan Candi Wisnu. Garuda merupakan
burung tunggangan Wisnu. Bentuk dan hiasan pada kaki dan tangga Candi Garuda
serupa dengan yang terdapat di Candi Nandi. Walaupun dinamakan candi Garuda,
namun tidak terdapat arca garuda di ruangan dalam tubuh candi. Di lantai ruangan
terdapat Arca Syiwa dalam ukuran yang lebih kecil daripada yang terdapat di
Candi Syiwa. Arca ini diketemukan tertanam di bawah candi, dan sesungguhnya
tempatnya bukan di dalam ruangan tersebut.
Candi Angsa
Candi ini
letaknya di selatan Candi Nandi, berhadapan dengan Candi Brahma. Angsa
merupakan burung tunggangan Brahma. Ukuran, bentuk dan hiasan pada kaki dan
tangga Candi Angsa serupa dengan yang terdapat di Candi Garuda. Ruangan di
dalam tubuh candi dalam keadaan kosong. Dinding ruangan juga tidak dihias,
hanya terdapat batu yang menonjol pada dinding di setiap sisi ruangan yang
berfungsi sebagai tempat meletakkan lampu minyak.
Candi Apit
Candi Apit
merupakan sepasang candi yang saling berhadapan. Letaknya, masing-masing, di
ujung selatan dan ujung utara lorong di antara kedua barisan candi besar. Kedua
candi ini berdenah bujur sangkar seluas 6 m2 dengan ketinggian 16 m. tubuh
candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tidak terdapat selasar di
permukaan kaki candi. Masing-masing mempunyai satu tangga menuju satu-satunya
ruangan dalam tubuhnya. Hanya ada hal yang istimewa tentang candi ini, ialah
ketika candi ini sudah selesai di bangun kembali, kelihatan sangat indah.
CANDI PENJAGA
Selain keenam candi besar dan
dua candi apit yang telah diuraikan di atas, di pelataran atas masih terdapat
delapan candi berukuran sangat kecil, yaitu dengan denah dasar sekitar 1,25 m2.
Empat di antaranya terletak di masing-masing sudut latar, sedangkan empat
lainnya ditempatkan di dekat gerbang masuk ke pelataran atas.
Wajah
Prambanan sekarang telah terlihat cantik. Di depan komplek candi, dibangun
panggung pentas sendratari Ramayana dan Taman Wisata Prambanan yang dapat
mempercantik wajah komplek Prambanan.
LEGENDA RARA JONGGRANG
Dahulu kala di P. Jawa bagian
tengah terdapat dua kerajaan yang saling bertetangga, yaitu Kerajaan Pengging,
yang diperintah oleh Raja Pengging, dan Kerajaan Prambanan, yang diperintah
oleh Prabu Baka. Prabu Baka berwujud raksasa yang bertubuh besar dan mempunyai
kesaktian luar biasa. Prabu Baka terkenal kejam karena, untuk mempertahankan
kesaktiannya, ia secara rutin melaksanakan upacara persembahan dengan
mengurbankan manusia. Walaupun wujudnya menyeramkan dan hatinya kejam, Prabu
Baka mempunyai seorang putri yang sangat cantik, bernama Rara Jonggrang.
Raja Pengging sudah lama
merasa sedih karena rakyatnya sering mendapat gangguan dari bala tentara
Kerajaan Prambanan. Ia ingin sekali menumpas para penguasa Kerajaan Prambanan,
namun mereka terlalu kuat baginya. Untuk mencapai keinginannya, Raja Pengging
kemudian memerintahkan putranya, Raden Bandung, untuk bertapa dan memohon
kekuatan dari para dewa. Raden Bandung berhasil mendapatkan kesaktian berupa
jin, bernama Bandawasa, yang selalu patuh pada perintahnya. Sejak itu namanya
diubah menjadi Raden Bandung Bandawasa.
Berbekal kesaktiannya itu,
Raden Bandung berangkat ke Prambanan bersama bala tentara Pengging. Setelah
mengalami pertempuran yang sengit, Raden Bandung berhasil membunuh Prabu Baka.
Dengan seizin ayahandanya, Raden Bandung bermaksud mendirikan pemerintahan yang
baru di Prambanan. Ketika memasuki istana, ia bertemu dengan Rara Jonggrang.
Tak pelak lagi, Raden Bandung jatuh cinta kepada sang putri dan meminangnya.
Rara Jonggrang tidak ingin
diperistri oleh pemuda pembunuh ayahnya, namun ia tidak berani menolak secara
terang-terangan. Secara halus ia mengajukan syarat bahwa, untuk dapat
memperistrinya, Raden Bandung harus sanggup membuatkan 1000 buah candi dalam waktu
semalam. Raden Bandung menyanggupi permintaan Rara Jonggrang. Segera setelah
matahari terbenam, ia pergi ke sebuah tanah lapang yang tidak jauh dari
Prambanan. Ia bersemadi memanggil Bandawasa, jin peliharaannya, dan
memerintahkan jin itu untuk membangun 1000 candi seperti yang diminta oleh Rara
Jonggrang.
Bandawasa kemudian mengerahkan
teman-temannya, para jin, untuk membantunya membangun candi yang diinginkan
majikannya. Lewat tengah, Rara Jonggrang mengendap-endap mendekati lapangan
untuk melihat hasil kerja Raden bandung. Betapa kagetnya sang putri melihat
bahwa pekerjaan tersebut sudah hampir selesai. Secepatnya ia berlari ke desa
terdekat untuk membangunkan para gadis di desa itu. Beramai-ramai mereka
memukul-mukulkan alu (penumbuk padi) ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk
padi. Mendengar suara orang menumbuk padi, ayam jantan di desa itu terbangun
dan mulai berkokok bersahutan.
Pada saat itu Bandawasa telah
berhasil membuat 999 candi dan sedang menyelesaikan pembangunan candi yang
terakhir. Mendengar suara ayam berkokok, Bandawasa dan kawan-kawannya segera
menghentikan pekerjaannya dan menghilang karena mereka mengira fajar telah
tiba. Raden Bandung yang melihat Bandawasa dan kawan-awannya berlarian langsung
bangkit dari semadinya dan bersiap-siap menyampaikan kegagalannya kepada rara
Jonggrang. Setelah beberapa lama menunggu, Raden Bandung merasa heran karena
fajar tak kunjung tiba. Ia lalu menyelidiki keanehan yang terjadi itu.
Raden Bandung sangat marah
setelah mengetahui kecurangan Rara Jonggrang. Ia lalu mengutuk gadis itu
menjadi arca. Sampai saat ini Arca Rara Jonggrang masih dapat ditemui di Candi
Rara Jonggrang yang berada di kompleks Candi Prambanan. Raden Bandung juga
mengutuk para gadis di Prambanan menjadi perawan tua karena tidak seorangpun
yang mau memperistri mereka.
Sumber:
1. Wikipedia
2. candi.perpusnas.go.id
Sumber:
1. Wikipedia
2. candi.perpusnas.go.id
Wisata Jogja Terbaik: Candi Prambanan
4/
5
Oleh
Admin